A.
Pengertian
Pasar Monopoli
Monopoly
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “satu penjual”. Pasar
Monopoli adalah situasi pasar dimana hanya ada satu penjual produk, dan tidak
ada produk lain yang menjadi pengganti (no substitutes) dari produk yang
diperdagangkan oleeh si monopolis (monopolis adalah orang yang menjalankan
monopoli). Seluruh bagian pasar yang bersangkutan, dia sendirilah yang
menguasainya, dengan perkataan lain, di pasar itu tiada terdapat barang lain
yang sejenis, sehingga si monopolis tidak perlu mempertimbangkan pengaruh firm
lain terhadap ketetapannya mengenai harga maupun jumlah yang diperdagangkan.
Mengingat akan hal itu dalam pasar monopoli tidak ada pesaing bagi yang
melakukannya.
Dalam kehidupan perkonomian faktual, jenis pasar
monopoli ini sangat jarang tidak mendapat persaingan dari penjual lain.
Meskipun dalam suatu pasar misalnya hanya terdapat satu penjual sehingga tidak
ada pesaing secara langsung dari penjual lain, tetapi penjual tunggal tersebut
akan menghadapi pesaing secara tidak langsung dari penjual lain yang
mnghasilkan produk yang dapat merupakan alternatif produk pengganti yang tidak
sempurna.
Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh PT. Kereta Api
Indonesi (PT. KAI). PT. KAI merupakan badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
menyelenggarakan jasa transportasi darat. PT. KAI tidak menghadapi persaingan
secara langsung dari perusahaan kereta api lainnya karena samapi saat ini
memang tidak ada penyelenggara jasa transportasi darat kereta api dari swasta
walaupun PT. KAI tidak mengalami persaingan secara langsung tetapi PT. KAI akan
menghadapi persaingan secara tidak langsung dari jasa transportasi darat
lainnya, misalnya bus. Kereta api jurusan Yogyakarta-Surabaya tidak akan
mendapat persaingan secara langsung dari kereta api lainnya. Tetapi akan
menghadapi persaingan secara tidak langsung dari bus-bus yang melakukan
perjalanan Yogyakarat-Surabaya, dan juga travel.
Selain
itu, suatu pemahaman yang mendalam tentang hubungan-hubungan dalam pasar
monopoli memberikan landasan yang diperlukan untuk menelaah "ekonomi
pengaturan" (economics of regulation), suatu topik penting bagi
para manajer dunia bisnis.
B.
Ciri-ciri
Pasar Monopoli
1. Pasar
Monopoli adalah Industri Satu Perusahan
Barang atau jasa yang dihasilkannya
tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain,
kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari
perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan
oleh monopoli itu, dan para pembeli tidak dapat berbuat suatu apapun di dalam
menentukan syarat jual beli.
2.
Tidak Mempunyai
Barang Pengganti Yang Mirip
Barang tersebut merupakan satu-satunya
jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip (close subtitute) yang dapat
menggantikan barang tersebut. Aliran listrik adalah contoh dari barang yang
tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Yang ada hanyalah barang pengganti
yang sangat berbeda sifatnya, yaitu lampu minyak.
3.
Tidak Terdapat
Kemungkinan Untuk Masuk ke Dalam Industri
Tanpa sifat ini pasar monopoli tidak
akan wujud karena tanpa adanya halangan tersebut pada akhirnya akan terdapat
beberapa perusahaan di dalam industri. Keuntungan perusahaan monopoli tidak
akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
4.
Dapat
Mempengaruhi Penentuan Harga
Oleh karena perusahaan monopoli
merupakan satu-satunya penjual di dalam pasar, maka penentuan harga dapat
dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga
atau price setter.
5.
Promosi iklan kurang
diperlukan
Oleh karena perusahaan
monopoli adalah satu-satunya perusahaan di dalam industri, ia tidak perlu
mempromosikan barangnya dengan menggunakan iklan. Pembeli yang memerlukan
barang yng diproduksinya terpaksa membli daripadanya. Walau bagaimanapun
perusahaan monopoli sering membuat iklan. Iklan tersebut bukanlah bertujuan
untuk menarik pembeli, tetapi untuk memelihara hubungn baik dengan masyarakat.
C.
Faktor
faktor yang menimbulkan adanya pasar monopoli
Penyebab yang
paling mendasar dari munculnya monopoli adalah hambatan untuk masuk yaitu suatu
monopoli terus menjadi pemain tunggal di pasarnya karena perusahaan-perusahaan
lain tidak mampu masuk ke pasar itu dan bersaing dengannya. Hambatan untuk
masuk ini timbul akibat tiga hal utama :
1. Perusahaan
monopoli mempunyai suatu sumber daya tertentu yang unik dan tidak dimiliki oleh
perusahaan lain.
2. Perusahaan
monopoli pada umumnya dapat menikmati skala ekonomi (economic of scale) hingga ke tingkat produksi yang sangat tinggi.
3. Monopoli
wujud dan berkembang melalui undang-undang, yaitu pemerintah memberi hak
monopoli kepada perusahaan.
D. Hambatan Bagi Perusahaan Monopoli
a.
Hambatan Teknis (Technical Barriers
to Entry)
Ketidakmampuam bersaing secara teknis menyebabkan
perusahaan lain sulit bersaing dengan perusahaan yang sudah ada. Keunggulan
secara teknis ini disebabkan beberapa hal :
1)
Perusahaan memiliki kemampuan dan
atau pengetahuan khusus yang memungkinkan berproduksi sangat efisien.
2)
Tingginya tingkat efisiensi
memungkinkan perusahaan monopolis mempunyai kurva biaya (MC dan AC) yang
menurun. Makin besar skala produksi, biaya marjinal semakin menurun, sehingga
biaya produksi per unit (AC) makin rendah.
3)
Perusahaan memiliki kemampuan
kontrol sumber factor produksi, baik berupa sumber daya alam, smuber daya manusia
maupun lokasi produksi.
b.
Hambatan Legal (Legal Barriers to Entry)
1)
Undang-undang dan Hak Khusus
Dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan
prusahaan-perusahaan yang tidak efisien tetapi memiliki daya monopoli. Hal itu
dimungkinkan karena secara hukum mereka diberi hak monopoli. Di Indonesia BUMN
banyak memiliki daya monopoli karena undang-undang. Berdasarkan undang-undang
tersebut mereka memiliki hak khusus untuk mengelola industry tertentu.
Hak khusus tidak hanya diberikan oleh pemerintah,
tetapi juga oleh saru perusahaan kepada perusahaan lainnya.
2)
Hak Paten (Patent Right) atau Hak
Cipta
Tidak semua monopoli berdasarkan
hukum (undang-undang) mengakibatkan inefisiensi. Hak paten atau hak cipta
adalah monopoli berdasarkan hukum karena pengetahuan-kemampuan khusus yang
menciptakan daya monopoli secara teknik.
E.
Hubungan antara
Harga, Penerimaan Rata-Rata, Penerimaan Total dan Penerimaan Marginal
Harga
(P) adalah sama dengan permintaan rata-rata (AR). Kurva permintaan (D) juga
merupakan kurva AR bagi perusahaan monopolis. Untuk menaikan penjualannya
(sebanyak satu unit), perusahaan harus menurunkan harga (P) untuk seluruh
jumlah yang dijualnya, akibatnya MR adalah lebih kecil dari P. Sehingga dalam
menggambarkannya, kurva penerimaan marginal (MR) terletak dibawah kurva AR=D.
Jika kurva permintaan berupa garis lurus (linear) maka kurva MR tepat memotong
jarak pertengahan jumlah yang diminta
pada harga nol. Jadi kurva MR juga merupakan kurva yang turun dari kiri atas
kekanan bahwa dan mempunyai kecuraman dua kali kecuraman kurva D.
Gambar: Kurva Penerimaan Rata-rata (AR), Penerimaan Marginal (MR) dan Penerimaan Total (TR)
Perusahaan Monopoli.
Kurva MR memotong titik pada sumbu
horizontal pada jumlah 100 dan AR memotong titik pada jumlah 200, pada waktu
harga sama dengan 0 rupiah. Jadi kecuraman/slope kurva MR adalah dua kali slope
kurva D=AR.
Pada
gambar diatas, dibagian atas titik tengah kurva permintaan “elastisitas
permintaa (price elasticity of demand) adalah lebih besar dari satu. Artinya,
jika jumlah yang diminta naik maka penerimaan total (TR) juga akan naik.
Keadaan tersebut yaitu Ed>1, berada pada output antara nol dan 100 unit.
Dalam
keadaan Ed>1 kurva TR sedang dalam keadaan menaik (gb. sebelah bawah). Jadi
TR naik pada waktu output naik. Jika dihubungkan dengan kurva MR, terlihat pada
bagian ini kurva MR masih positif yaitu lebih besar dari nol.
Pada
titik tengah kurva D, elastisitas permintaan (Ed) adalah sama dengan satu
(unitary elastic) yang berarti penerimaan total (TR) tidak berubah meskipun
output-nya berubah. Karena TR tidak naik pada waktu Q (output) niak, maka MR
adalah sama dengan 0. Pada saat MR = 0, kurva TR mencapai maksimum/berada pada
puncaknya. Dalam gambar tersebut, pada waktu TR = 1000 dan Q = 100 unit.
Dibagian
bawah titik tengah kurva D, maka Ed<1. Dalam keadaan yang demikian ini
apabila output/penjualan naik maka TR akan menurun, dan ini dapat dilihat pada
bagian output antara 100-200 unit. Jika dihubungkan dengan kurva MR, pada waktu
output lebih besar dari 100 unit, maka MR adalah negatif.
Meskipun
suatu perusahaan itu berada dalam struktur pasar yang monopoli, ia tidak akan
memproduksi suatu output pada tingkat dimana MR-nya negatif. Perusahaan
monopolis tentunya ingin mendapatkan “keuntungan maksimum”. Keadaan yang
diinginkan ini dapat dicapai pada waktu (MC=MR) dan MR adalah positif. Dari
gambar diatas dapat dilihat, bahwa keadaan MR masih positif apabila elastisitas
permintaan masih positif (Ed>1) yaitu untuk output antara 0 – 100 unit. Pada
keadaan ini jika output/penjualan dinaikan maka TR-nya akan ikut naik. Maka
perusahaan monopolis yang ingin mendapatkan keuntungan yang maksimum, tidak
akan memproduksi/menjual output pada saat permintaan inelastis (Ed<1).
F.
Penentuan Harga dan Jumlah Produksi
1.
Perusahaan Monopoli Memperoleh
Keuntungan Super Profit
Gambar: Perusahaan Monopoli Memperoleh
Keuntungan Super Profit
Keadaan ekuilibrium atau
keseimbangan (keuntungan perusahaan mencapai maksimum, yaitu pada saat (MC = MR) dan output yang dijual
sebanyak Qx unit. Sedangkan harga yang sedia dibayar oleh konsumen untuk
tingkat output Qx unit adalah Px/unit. Jadi perusahaan monopoli akan
menghasilkan output (berapa jumlah output yang diproduksi) pada waktu (sampai)
(MC=MR), tetapi dalam menentukan haragnya ia akan melihat kurva permintaan
(demand curve).
Kurva D=kurva AR = P maka jika AR atau P X
output (Q) = penerimaan total (TR).
Untuk mengecek, apakah perusahaan beruntung apa tidak, maka harus dilihat
apakah kurva AR masih berada diatas kurva AC pada output keseimbangan tersebut
yaitu, Qx unit. Jika kurva AR diatas kurva AC berarti perusahaan masih
memperoleh keuntungan, yang didalam teori mikro ekonomi disebut keuntungan luar
biasa(super profit) untuk,
karena penerimaan masih lebih besar dari biaya.
Keuntungan (π) = TR –TC
TR = P X Q = OP X OQx
= OPAQx
TC = AC X Q = OC X OQx = OCDQx
π = CPAD
Kerena tingkat harga (P) lebih besar biaya rata-rata (AC) maka perusahaan memperoleh super profit.
2.
Perusahaan
Monopoli memperoleh Keuntungan Normal
Gambar: Perusahaan Monopoli memperoleh Keuntungan Normal
Suatu
perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan
normal (normal profit) apabila
harga jual (P) = biaya rata-rata
(AC) atau hasil penjualan total
(TR) = biaya produksi total (TC).
Normal
Profit ini menurut istilah akuntansi/keuangan disebut balik modal (Break
Event Point/BEP). Meskipun TR=TC dikatakan masih
memperoleh keuntungan (normal profit), karena didalam struktur biaya produksi
(TC) tersubut terdapat biaya implisit (implicit
cost), dimana alokasi anggaran untuk biaya ini perusahaan tidak melekukan
pembayaran terhadap biaya implisit tersebut.Perusahaan tidak mengeluarkan
pembayaran terhadap biaya implisit yang telah dianggarkannya, sehingga
perusahaan masih memperoleh sisa uang kas dari penjualan produknya,
meskipun TR=TC.
TR = P
X Q = OP X OQ = OPAQ
TR = TC
atau P = AC (normal profit)
TC = AC
X Q = OP X OQ = OPAQ
3.
Produsen mengalami Kerugian
Gambar: Perusahaan Monopoli Mengalami Kerugian,
Tetapi Masih lebih baik untukmeneruskan kegiatan berproduksi dari pada menutup
usaha (AVC<P<AC)
Jika tingkat harga (P) lebih
kecil dari AC, tetapi masih lebih besar dari AVC, sebaiknya perusahaan tetap
melanjutkan kegiatan produksinya. Sebab jika perusahaan menghentikan kigiatan
berproduksi (Q= 0) maka besarnya kerugian yang dideritanya adalah sebesar biaya
tetap totalnya (TFC). Tetapi jika tetap melanjutkan kegiatan berproduksi, maka
kerugian yang dideritanya tidak sebesar TFC tersebut. Karena sebagian dari
kerugian tersebut akan dikompen(ditutup) oleh kelebihan TR dari TVC yang
dikeluarkannya.
Total
Profit = Total Revenue(TR) -Total Cost(TC)
TR =
P(harga jual per unit) x Q(jumlah output yg dijual)
TR = OP
x OQ = OPAQ
TC=ACxQ
TC =
ODxOQ = ODEQ
Karena
TR<TC( OPAQ< ODEQ ), maka perusahaan menderita kerugian sebesar
selisih antara TR dengan TC = ODEQ - OPAQ =
PDEA
TVC=AVCxQ
AVC(biaya variabel rata-rata) = QB = OC
TVC =
OC X OQ = OCBQ
TFC =
TC – TVC = ODEQ - OCBQ
TR –
TVC = OPAQ - OCBQ = CPAB
Ini merupakan besarnya kompensasi untuk menutup
kerugian, bila dibandingkan dengan menghentikan kegiatan berproduksi(Q=0).
4.
Perusahaan Monopoli Tutup Usaha
Suatu
kegiatan berproduksi dikatakan tutup usaha jika harga jual produknya hanya
dapat menutup biaya variabel rata-ratanya(AVC) atau P=AVC, dan titik dimana
kurva AVC menyinggung kurva demand D=P disebut shut down point.
Gambar: Perusahaan
Monopoli Tutup Usaha
Jika
tingkat harga jual (P) = Biaya variabel rata-rata (AVC), maka sebaiknya
perusahaan harus menghentikan kegiatan berproduksinya (Q=0) dan tititk dimana P
sama dengan atau lebih kecil dari AVC, disebut shut
down point.
G.
Dampak
Pasar Monopoli
a. Hilang atau
Berkurangnya Kesejahteraan Konsumen (Dead
Weight Loss).
Yaitu
penurunan surplus konsumen dan surplus produsen yang tidak dipindahkan ke pihak
lain; hal ini dapat terjadi akibat monopoli suatu industri. Dead Weight Loss ada yang menyebut juga
sama dengan kerugian masyarakat.
Gambar: Kerugian
Masyarakat karena Monopoli
Pada gambar
diatas menunjukkan seorang produsen monopolis sedang mendapatkan laba murni
dengan menghasilkan barang X sebanyak X* dengan tingkat harga setinggi P*.
Keadaan ini berbeda bila dibandingkan dengan keadaan seorang pesaing sempurna
yang bekerja untuk memaksimumkan laba. Dalam pasar persaingan sempurna seorang
pengusaha atau produsen akan menghasilkan barang dengan berpedoman pada
kesamaan antara MC dan MR yang kebetulan juga sama dengan AR atau sama dengan
tingkat harga, yang mana dapat ditunjukkan pada perpotongan antara kurva MC dan
kurva AR pada titik F. Pada titik keseimbangan F itu berarti produsen akan
menghasilkan barang sebanyak X1 dengan tingkat harga barang setinggi
P1. Ini berarti bahwa dengan adanya produsen monopolis jumlah barang
yang dihasilkan bagi masyarakat lebih sedikit yaitu setinggi X* dibanding
dengan apabila produsen bekerja dalam pasar persaingan sempurna (X1),
dan pula harga barang dalam pasar monopoli lebih tinggi (P*).
Dengan
demikian dapat dikatakan pula bahwa masyarakat mendapat kerugian (social loss)
karena adanya pasar monopoli. Kerugian masyarakat itu ditunjukkan oleh segitiga
EFG, yaitu perbedaan antara berkurangnya penerimaan total dan berkurangnya
biaya total apabila kita mengurangi produksi dari X1 menjadi X*.
Pemerintah
suatu negara selalu bekerja demi kesejahteraan orang banyak (social welfare).
Oleh karena itu sering kali pemerintah merasa tidak senang apabila terjadi
monopoli dalam produksi suatu jenis barang, karena memang jelas monopoli akan
merugikan masyarakat, disamping jumlah barang yang terseda dalam masyarakat
menjadi lebih sedikit, tingkat harga barang juga menjadi lebih tinggi. Memang
ada pengecualian bahwa suatu jenis barang tertentu harus dihasikan secara
monopoli karena adanya struktur biaya yang bersifat menurun terus dengan
semakin banyaknya barang yang dihasilkan. Perusahaan seperti yang disebut
terakhir ini cenderung tidak mudah mendapatkan laba, oleh karena harus
diusahakan oleh produsen tunggal. Contohnya adalah perusahaan air minum, karena
air minum adalah untuk kepentingsn orang banyak, maka perusahaan ini seringkali
dimonopoli oleh pemerintah sendiri untuk melindungi konsumen.
Untuk
menanggulangi hal-hal yang tidak menyenangkan tadi, maka pemerintah seringkali
campur tangan dalam kegiatan produsen monopolis, yaitu pemerintah dapat
mengenakan pajak dan dapat pula menentukan tingkat harga maksimum untuk barang
yang bersangkutan.
b. Menimbulkan
Eksploitasi Terhadap Konsumen dan Pekerja
Monopoli
menimbulkan eksploitasi, baik terhadap konsumen maupun terhadap tenaga kerja.
Eksploitasi ini timbul karena monopolis selalu berproduksi pada harga yang
lebih tinggi dari biaya marjinalnya. Bagi konsumen, eksploitasi timbul karena
mereka harus membayar (harga) lebih tinggi dari biaya produksi unit
terakhir output-nya (MC).sedangkan dianggap juga menimbulkan eksploitasi
bagi tenaga kerja karena mereka dibayar lebih rendah dari jumlah yang diterima
monopolis (yaitu harga jualnya). Dalam hal ini pemilik faktor produksi
tenaga kerja dibayar upah yang lebih rendah daripada kontribusinya dari tenaga
kerja tersebut, bila dinilai dengan harga pasar yang berlaku bagi output.
c. Memburuknya
Kondisi Makroekonomi Nasional
Jika
disetiap industri muncul gejala monopoli, maka secara makro jumlah output akan
lebih sedikit daripada kemampuan sebenarnya. Monopolis selalu berproduksi pada
tingkat output dimana AC-nya tidak minimum (selama kurva permintaannya
berbentuk menurun, maka perusahaan akan selalu memilih tingkat output apda saat
AC menurun). Keseimbangan makro terjadi dibawah keseimbangan ekonomi karena
tidak seluruh faktor produksi terpakai sesuai dengan kapasitas produksi,
sehingga menimbulkan pengangguran tenaga kerja maupun faktor-faktor produksi
yang lain. Selanjutnya keadaan ini akan melemahkan daya beli, menciutkan pasar,
yang memaksa perusahaan memproduksi lebih sedikit lagi. Begitu seterusnya
sehingga perekeonomian secara makro dapat mengalami stagflasi, dimana
pertumbuhan ekonomi mandek, pengangguran tinggi, tingkat inflasi juga tinggi.
d. Memburuknya
Kondisi Perekonomian Internasional
Tuntutan perdagangan bebas diakui dapat meningkatkan inflasi. Tetapi
optmisme terhadap perdagangan bebas harus ditinjau ulang, karena fakta
menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan yang besar (terutama MNC) telah menjadi
perusahaan monopoli alamiah. Karena sahamnya dimiliki pihak swasta, tujuan
perusahaan ini adalah maksimalisasi laba. Karenanya jika dibiarkan bersaing
bebas, MNC akan menggilas perusahaan-perusahaan yang ada di NSB.
Sebagai
contoh dimana Jepang juga mempunyai perusahaan yang outputnya sama dengan PT
Telkom Indonesia. Jika PT Telkom tidak mampu lagi berproduksi, perusahaan
Jepang tersebut akan berperilaku sebagai monopolis dalam pasar produk
telekomunikasi di Indonesia. Hal ini dapat merugikan konsumen di Indonesia.
Ada banyak
cara yang ditempuh pemerintah dalam pengaturan monopoli. Misalnya dengan
membuat undang-undang anti monopoli yang membatasi dan mengatur kemampuan
perusahaan untuk memiliki daya monopoli yang besar.
Kadang-kadang
karena alasan ideologis, monopoli tidak terhindarkan. Untuk itu
perusahaan-perusahaan yang diberi hak monopoli harus berada dibawah kontrol
pemerintah, dengan cara menempatkan saham pemerintah sebagai sebagian terbesar
dari saham perusahaan. Di Indonesia hal tersebut dilakukan lewat penyertaan
saham pemerintah untuk beberapa industri strategis dan menyangkut hajat hidup
orang banyak (pasal 33 UUD 1945) Pertamina, PT. Telkom, PLN, Perusahaan Air
Minum dan perusahaan transportasi kereta api adalah contoh dare berates-ratus
badan usaha milik pemerintah yang memiliki daya monopoli karena legalitas.
H.
Pengenaan
Pajak terhadap Monopolis
Pajak yang
dikenakan terhadap monopolis dapat bersifat tetap besarnya (lumpsum) dan dapat bersifat khusus (spesific). Pajak yang lumpsum sifatnya tidak dipengaruhi oleh
besarnya tingkat jumlah barang yang dihasilkan, sedangkan pajak yang khusus
sifatnya tergantung pada jumlah barang yang dihasilkan oleh monopolis tersebut.
1. Pajak
Lumpsum
Dengan dikenakannya
pajak yang dibayar sekaligus (lumpsum
tax) pemerintah dapat mengurangi atau bahkan menghapuskan keuntungan
monopolist tanpa mempengaruhi baik jumlah produksi maupun tinkat harga
penjualannya.
Gambar:
Pengenaan Pajak Lumpsum
Bermula
dari kondisi keseimbangan (profit maksimum), seorang monopolist menjual
produknya dengan harga=P dan jumlah output yang dijual=Q. Sedangkan biaya
produksi rata-ratanya =OB,sehingga profit maksimumnya adalah segi empat
berwarna gelap pada gambar 2. diatas. Jika pemerintah mengenakan pajak lump sum
tax(pajak sekaligus) sebesar profit yang diperolehnya, maka nilai pajak yang
dibayarkan sekaligus tersebut harus ditambahkan pada biaya total (TC) yang
dikeluarkan oleh monopolist tersebut. Sekarang TC naik menjadi TC=TR, dan kurva
Acnya akan bergeser keatas menjadi AC2. Akibatnya produsen monopolist tersebut
sekarang dalam keadaan normal profit (zero
economics profit) seperti ditunjukan oleh gamabar 2. diatas.
2. Pajak
Khusus (Spesific)
Pajak
khusus (spesific) ini disebut pula pajak per unit output, yaitu pajak yang sama
dengan biaya variabel (AVC), sehingga pajak tersebut akan mengakibatkan terjadinya pergeseran
kurva AC dan krva MC menjadi AC’ dan MC’. Jumlah output keseimbangan yang baru
adalah menjadi lebih sedikit dan tingkat harganya menjadi lebih mahal seperti
ditunjukan oleh gambar berikut ini.
Gambar
3: Pajak spesific
Dalam
gambar 3. diatas perusahan monopolist menderita kerugian setelah biaya produksi
rata-ratanya naik dari AC menjadi AC’, dimana AC’>P.
I. Penentuan Harga Maksimal oleh Pemerintah
Dalam mengatur
perekonomian, pemerintah dapat menggunakan wewenangnya untuk menentukan harga
maximum dari barang yang dihasilkan oleh seorang monopolis. Pemerintah selalu
beritikad baik yaitu ingin melindungi masyarakat dari harga yang terlalu tinggi
dan jumlah barang yang terlalu sedikit dihasilkan dalam masyarakat, tetapi juga
jangan sampai terlalu merugikan produsen monopolis tersebut. Oleh karena itu
pedoman yang diambil pemerintah dalam menentukan harga maximum ialah pada saat
biaya marginal sama dengan penerimaan marginal yaitu sejumlah produksi X1
pada gambar di bawah di mana di anggap bahwa pasar monopoli seperti pada pasar
persaingan sempurna sehingga MC=AR.
Dalam keadaan seperti ini produsen monopolis masih mendapatkan laba murni.
Perlu diperhatikan bahwa dengan penentuan harga maximum oleh pemerintah pada P1
itu kurva permintaan atau kurva penerimaan rata-rata berubah menjadi P1UAR
dan kurva penerimaan marginal (MR) berubah bentuk menjadi garis P1UVMR.
Ini berarti produsen dapat menghasilkan barang sejumlah X1 dengan
harga barang setinggi P1. Kalau produsen menghasilkan barang lebih
banyak dibanding dengan jumlah X1 itu, maka kurva permintaan yang
dihadapi produsen monopolis kembali seperti kurva permintaan semula yaitu UAR,
dan kurva permintaan marginalnya adalah VMR.
Gambar:
Penentuan Harga Maksimal oleh Pemerintah
Bagi
perusahaan yang bersifat “Public Utilities” seperti PERJAN dan PERUM yang
seringkali merupakan BUMN, Pemerintah mennetukan harga dengan berpedoman pada
perpotongan antara kurva biaya rata-rata dan kurva penerimaan rata-rata. Ini
berarti bahwa perusahaan tersebut tidak diharapkan untuk mendapatkan laba di
atas laba normal, karena perusahaan tersebut harus bekerja untuk kepentingan
orang banyak. Gambar di atas menunjukkan dengan ketentuan itu, maka perusahaan
akan menghasilkan barang dengan jumlah yang lebih besar lagi (X3)
dan dengan harga yang lebih rendah lagi (P3) dibandingkan dengan
apabila harga maximal ditentukan atas dasar perpotongan antara biaya marginal
(MC) dan kurva penerimaan rata-rata (AR).
Jadi, dari uraian di
atas dapat dipahami bahwa pengenaan pajak biasanya diberlakukan bagi produsen
atau perusahaan yang hasil produksinya kurang dikehendaki pemerintah demi
kesejahteraan masyarakat; misalnya minuman keras, tembakau, dsb. Sedangkan
penentuan harga maximum lebih banyak dikenakan pada barang-barang yang
merupakan kebutuhan orang banyak dan harus disediakan dalam masyarakat dengan
harga yang murah, sebagai misal adalah air minum, listrik, angkutan kereta
api,dsb.
J. Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga adalah menaikkan laba dengan cara
menjual barang yang sama dengan harga berbeda untuk konsumen yang berbeda atas
dasar alasan yang tidak berkaitan dengan biaya. ( William A. McEACHERN :
2001 : 149 ).
1. Terjadinya
diskriminasi harga
Diskriminasi
harga terjadi saat produsen memberlakukan harga yang sama karena alasan yang tidak
ada kaitannya dengan perbedaan biaya, tetapi tidak semua perbedaan harga
mencerminkan diskriminasi harga. ( Richard G. Lipsey : 1997 : 45 ).
Syarat-syarat terjadinya diskriminasi harga :
a. Jika monopolis mampu memisah-misahkan pasar.
Apabila monopolis
dapat memisah-misahkan pasar, maka para konsumen akan membeli di pasar yang
memiliki harga rendah, yang lama kelamaan akan menaikkan harga dan menjualnya
di pasar yang memiliki harga tinggi, ysng selanjutnya akan menurunkan harga . Sehingga harga dalam kedua pasar tersebut menjadi
sama.
b. Elastisitas permintaan pada setiap tingkat harga
harus berbeda di antara kedua pasar supaya diskriminasi harga tersebut
menguntungkan. (Ida Nuraini,SE.,M.si. : 2001 : 97 )
Perusahan monopoli yang ingin mendapatkan laba maksimun
harus menjual barang pada tiap pasar sesuai dengan MC = MR untuk masing-masing
pasar. Praktek ini dapat menimbulkan berbedanya harga jual di kedua pasar.
Bila kedua pasar dapat dipisah-pisahkan ,suatu
perusahaan monopoli dapat memaksimumkan labanya dengan menjual produk yang sama
dengan harga yang berbeda di kedua pasar tersebut. Jumlah Output yang akan di
jual masing-masing pasar ditentukan MC = MR di masing-masing pasar.Pada gambar
terlihat bahwa pasar yang memiliki permintaan lebih inelastic dikenai harga
yang lebih tinggi.Terlihat juga kurva-kurva MR nya di gambarkan berlawanan
arah, tetapi tetap dengan sumbu vertical yang sama. Anggap bahwa biaya marjinal
konstan untuk semua level output. Perusahaan monopoli yang menginginkan laba
maksimum akan menjual output sebesar Q1 pada pasar pertama. ( saat
MC = MR1 ), dan menjual sebesar Q2 pada pasar kedua (
saat MC = MR2 ), dengan harga jual masing-masing P1 di
pasar 1 dan P2 di pasar 2.
Terlihat
pada gambar di atas bahwa konsumen yang mempunyai permintaan yang lebih
inelastis ( pasar 1 ) dikenakan harga yang lebih tinggi dari pada pasar yang
permintaannya lebih elastis ( pasar 2 ).Dengan kata lain, perusahaan monopoli
yang melakukan praktek diskriminasi harga akan menetapkan harga yang lebih
tinggi pada pasar yang kurang responsive dari pada pasar yang lebih responsive,
yang dincerminkan oleh elastisitas permintaan di kedua pasar. ( Walter Nicholson : 1999 : 349 ).
Mengapa monopoli melaksanakan sistem diskriminasi
harga untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pada tidak melaksanakan
sistem diskriminasi harga? Jawabanya, karena dengan melaksanakan sistem diskriminasi harga,
perusahaan monopoli :
1. Memperoleh sebagian dari
surplus konsumen yang sesungguhnya akan di peroleh oleh pembeli pada keadaan-keadaan
tersebut. ( KADARIAH : 1994 : 170 ).
2.
Pembeli yang berbeda mau membayar jumlah –jumlah yang berbeda untuk komoditi yang sama. ( KADARIAH : 1994 : 170 ).
3. Seorang pembeli mau membayar
jumlah yang berbeda untuk barang yang berbeda dari komoditi yang sama. . (
KADARIAH : 1994 : 170 ).
4. Output dalam diskriminassi
harga akan lebih tinggi dari pada tidak melakukan diskriminasi harga. (
Richard G. Lipsey : 1997 : 51 ).
5. Dalam sebarang tingkat keluaran tertentu, system diskriminasi harga
yang paling menguntungkan akan memberikan pendapatan total lebih tinggi bagi
perusahaan dari pada tidak melakukan diskriminasi harga yang hanya
memaksimalkan laba. ( Richard G. Lipsey : 1997 : 51 ).
6.
Dapat memperluas pembeli.
7. Dapat menekan biaya ( cost ) per unit untuk menghasilkan Output.
3. Jenis-jenis diskriminasi harga
Diskriminasi harga dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Diskriminasi Harga Derajat Pertama ( First
degree price discrimination )
Jika monopolist berhasil menetapkan harga yang berbeda untuk setiap
pembelinya.
Diskriminasi
harga derajat pertama merupakan keadaan dimana seorang produsen monopolis
berusaha sepenuhnya untuk mengambil surplus konsumen. Cara yang ditempuh ialah
produsen monopolis menentukan harga yang berbeda untuk setiap jumlah barang
yang berbeda. Dengan cara ini maka produsen tersebut akan dapat mengambil
seluruh surplus konsumen. Keadaan ini dapat dijelaskan dengan gambar di bawah
dimana sumbu horisontal menunjukkan jumlah barang yang dijual dan sumbu
vertikal menunjukkan tingkat harga barang dan kurva permintaannya adalah D.
Misalnya pada harga barang setinggi Rp10, jumlah barang yang diminta atau
dijual sebanyak 5 buah, sehingga konsumen harus membayar sebanyak Rp50.
Kemudian kalau harga turun menjadi Rp9 maka jumlah yang diminta meningkat
menjaadi 8 buah. Dalam hal ini konsumen tidak membayar sebanyak Rp72, tapi
harus membayar sebanyak Rp50 ditambah Rp27 sama dengan Rp77. Kemudian kalau
harga turun lagi menjadi Rp8 dan jumlah yang diminta menjadi 11 buah maka
konsumen harus membayar Rp50 + Rp27 +
Rp24 = Rp101 dan bukannya Rp88. Sekali lagi ini berarti surplus konsumen
diambil oleh produsen mnopolis tersebut. Surplus konsumen adalah daerah dibawah
kurva permintaan tetapi diatas tingkat harga barang.
b. Diskriminasi Harga Derajat Kedua ( Second
degree price discrimination )
Jika monopolist menetapkan lebih dari 2 macam harga untuk lebih dari 2
segmen pasarnya.
Diskriminasi
harga derajat kedua ini hampir mirip dengan diskriminasi harga derajat pertama,
tetapi produsen tidak mengenakkan harga yang berbeda untuk setiap jumlah
pembelian yang berbeda. Dalam hal ini produsen mengenakkan harga yang berbeda
untuk setiap kelompok jumlah pembelian yang berbeda. Sebagai misal produsen
mengenakkan tarif air minum Rp2 per m3 untuk pembelian sampai dengan
jumlah 1000m3. Selanjutnya tarif air minum itu dinaikkan menjadi Rp3
per m3 untuk konsumsi antara 1000-1500m3, dan menjadi Rp4
untuk konsumsi air diatas 1500m3. Keadaan ini dapat digambarkan pada
gambar dibawah ini. Jadi kalau seorang konsumen menggunakan air sebanyak 2500m3,
maka jumlah yang harus dibayarnya adalah Rp2000 + Rp 1500 + Rp 4000 = Rp7500.
c. Diskriminasi Harga Derajat Ketiga ( Third degree
price discrimination )
Jika monopolist menetapkan adanya 2 harga yang berbeda pada 2 segmen
pasar yang berbeda.
Untuk
diskriminasi harga derajat ketiga ini produsen betul-betul menjual barang
dipasar yang berbeda yaitu dengan elastisitas permintaan yang berbeda. Kita
misalkan produsen menjual barang didua pasar yang berbeda yaitu pasar A dan pasar
B. Pertama-tama harus kita pahami bahwa produsen akan mendapatkan penerimaan
total yang maksimal apabila penerimaan marjinal pasar yang satu (MRA)
sama dengan penerimaan marjinal di pasar yang lain (MRB). Ini
menunjukkan jumlah barang Q yang dialokasikan dipasar A sebanyak QA
dan di pasar B sebesar QB. Harga dipasar A adalah PA dan harga di pasar B adalah PB.
Karena pasar A menunjukkan permintaan yang lebih inelastis daripada permintaan
di pasar B, maka harga di pasar A lebih tinggi daripada harga di pasar B. Hal
ini sesuai dengan penemuan sebelumnya yaitu bahwa MR=AR (1-1/E), sehingga
dengan diskriminasi harga kita temukan bahwa MRA=PA
(1-1/EA) = MRB=PB (1-1/EB). Apabila
kita misalkan EA = 2 dan EB = 3, maka kita akan temukan
bahwa PB = ¾ PA.
Kualifikasi
diskriminasi harga ini ditemukan olaeh ekonom inggris yang terkenal A.C Pigou. Implikasi kebijakan diskriminasi pertama adalah bahwa semua surplus
konsumen jatuh ke tangan monopolist, dan kurva permintaannya sekaligus menjadi
kurva pendapatan merjinal ( P = D = MR ). Bedanya dengan P = D = MR pada pasar
persaingan sempurna yaitu bahwa harga pada pasar monopoli tidak tetap, selalu
berubah-ubah berdasarkan kemampuan konsumen.
Bagian yang diarsir adalah bagian surplus yang dikuasai oleh prousen
sebagai akibat dari diskriminasi harga.Pada Diskriminasi harga derajat
pertama,nampak bahwa surplus konsumen diambil sepenuhnya oleh monopolist. Jadi
konsumen tidak mendapatkan surplus sama sekali. Ada sebagian pembeli yang mampu
membeli dengan harga di atas P0. Kepada pembeli yang mapu ini
diadakan perundingan sendiri-sendiri secara terpisah. Karena produsen merupakan
satu-satunya penjual, maka hal ini dapat dilaksanakan sebab konsumen tak dapat
menemukan barangnya selain dari monopolist itu. Harga tertinggi tentunya
diterapkan pada konsumen yang pakling mampu. Kepada konsumen yang lebih rendah
kemampuannya harga akan diterapkan lebih rendah yang sesuai kemampuannya. ( Ida
Nuraini,SE.,M.Si : 2001 : 97 ).
grafiknya gak muncul-__-
BalasHapusgrafriknya butuhhhh
BalasHapusGRAFIKNYA WOY !!!! NIAT BUAT BLOG GAG LU ?
BalasHapusgrafikynya gak ada. <////3
BalasHapustingkat output monopoli yang efisien dan efisien nya mana ?
BalasHapusGrafiknya cuy grafikk. Gemess
BalasHapus